A.Makna yang
terkandung dalam pasal 30 UUD 1945
UUD 1945 Pasal 30, ayat :
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara.
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan
melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan
rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat,
Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan,
melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara
yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan
tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan
diatur dengan undang-undang.
Makna yang terkandung dalam UUD 1945 pasal 30 bagi setiap
warga negara :
Di tegaskan bahwa tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib
ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha pertahanan dan
keamanan Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan keamanan rakyat
semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia,sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian
Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat –syarat
keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara, serta
hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang
–undang.
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30 Ayat (1) menyebutkan
tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara. Ayat (2) menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat,
Ayat (3) menyebutkan tugas TNI sebagai “mempertahankan, melindungi, dan
memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”. Ayat (4) menyebut tugas Polri
sebagai “melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum”.
Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri
dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan
keamanan, diatur dengan undang-undang (UU). Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh
dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun
dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan
saling mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”.
Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan
negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang
membangun adanya “ke-sistem-an” yang baik dan benar.
Tanggal 8 Januari Tahun 2002 DPR melahirkan UU No 2 dan UU
No 3 Tahun 2002, masing-masing tentang Polri dan tentang Hanneg, hasil dari
Ketetapan MPR No VI dan VII Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri . Pada
18 Agustus 2000 Komisi Konstitusi meresmikan Amandemen Kedua UUD 1945 yang
menghasilkan Ayat (2) Pasal 30 UUD 1945 dengan rumusan sistem “han” dan “kam”
serta “ra” dan “ta” . Pada Agustus 2003 Ketetapan I MPR Tahun 2003 menggugurkan
Ketetapan VI dan VII MPR Tahun 2000 setelah ada perundang-undangan yang
mengatur Polri dan tentang Hanneg. Pertengahan Oktober 2004 DPR meluluskan UU
No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dengan demikian, pada awal Maret 2005 telah ada UU tentang
Hanneg, UU tentang Polri, dan UU tentang TNI. Namun, hingga kini belum ada UU
tentang “Keamanan Negara” guna merangkai “Kamneg” dalam satu sistem dengan
“Hannneg” (kata “dan” antara “han” dan “kam” untuk membedakan dan memisahkan
organisasi TNI dari Polri). Sayang, UU tentang Polri, UU tentang Hanneg, dan UU
tentang TNI sama sekali tidak menyebut “sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta” sebagai landasan pokok pemikiran bahwa ada kaitan sinergis antara
fungsi “pertahanan negara” dan “keamanan negara”.
Oleh karena itu, apabila kita konsisten dengan amanat Pasal
30 Ayat (2), yaitu membangun sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta,
perlu disiapkan UU tentang Pertahanan dan Keamanan Negara yang lebih bermuatan
semangat dan kinerja “sishankamrata”. Bila penyebutan pertahanan negara
(hanneg) dan keamanan negara (kamneg) dipilih sebagai peristilahan baku, dari
logikanya seharusnya ada UU Keamanan Negara yang mewadahi UU Polri. Sebagaimana
pasal-pasal dalam UU Hanneg menyebut, pertahanan negara bukan sekadar mengurus
tentang TNI, maka UU Kamneg perlu menegaskan, keamanan negara bukan sekadar
tugas dan wewenang Polri.
Penjelasan UU tentang TNI menyebutkan, “di masa mendatang
TNI akan berada dalam Departemen Pertahanan (Dephan)”, suatu pengukuhan konsep
dan praktik supremasi sipil serta efisiensi kebijakan, strategi, dan penggunaan
kekuatan TNI. UU Polri pun perlu “ditemani” UU Kamneg yang kelak
mengintegrasikan Polri ke dalam suatu institusi sipil (misalnya, Departemen
Dalam Negeri) sebagaimana Dephan kelak menjadi instansi yang mengintegrasikan
TNI di dalamnya.
Dephan menyiapkan naskah akademik melalui undang-undang yang
1) Mencerminkan adanya “kesisteman” antara pertahanan negara dan keamanan
negara; 2) Mengandung adanya semangat kerja sama TNI dan Polri dalam departemen
dengan otoritas sipil yang berbeda; dan 3) Membina kerja sama, baik antara
fungsi TNI dan fungsi Polri di lapangan; diharapkan “merapikan” dan
“menyelaraskan” pasal-pasal yang ada dalam UU tentang Polri, UU tentang Hanneg
serta UU tentang TNI.
Pasal 30 UUD 1945 menerangkan bahwa, pertahanan negara tidak
sekadar pengaturan tentang TNI dan bahwa keamanan negara tidak sekadar
pengaturan tentang Polri. Pertahanan negara dan keamanan negara perlu dijiwai
semangat Ayat (2) tentang “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”.
Makna dari bunyi Ayat (5), “yang terkait pertahanan dan keamanan negara, diatur
dengan undang-undang” adalah bahwa RUU, UU, dan Peraturan Pemerintah lain
seperti RUU Intelijen, UU tentang Keimigrasian, UU tentang Kebebasan Informasi,
UU Hubungan Luar Negeri, RUU tentang Rahasia Negara, UU tentang Otonomi Daerah,
dan hal-hal lain yang terkait pertahanan dan keamanan negara perlu terjalin
dalam semangat kebersamaan “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”.
Setelah melantik Kabinet Indonesia Bersatu 21 Oktober 2004,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggariskan bahwa sebagai seorang
“konstitusionalis” ia bertekad agar hal-hal yang berhubungan dengan
penyelenggaraan negara taat pada ketentuan UUD 1945.
Sejalan dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman sekitar
makna Pasal 30 UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis
bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan
negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.”
Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari
segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari
luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara
:
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara
dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok
Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok
Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan
POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia
tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara.
Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan
cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti
siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR
dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut
serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG /
ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik
Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan
kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan
keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan
luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan
sumber :
http://gabbytidajoh.wordpress.com/2011/03/31/%E2%80%9Chak-dan-kewajiban-warga-negara-tertuang-dalam-pasal-30-uud-1945%E2%80%9D/
http://dmaz091292.blogspot.com/2010/09/hak-dan-kewajiban-warga-negara-dalam.html
sumber :
http://gabbytidajoh.wordpress.com/2011/03/31/%E2%80%9Chak-dan-kewajiban-warga-negara-tertuang-dalam-pasal-30-uud-1945%E2%80%9D/
http://dmaz091292.blogspot.com/2010/09/hak-dan-kewajiban-warga-negara-dalam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar